Powered By Blogger

Senin, 03 Juni 2013

EPISIOTOMI

Perlukah EPISIOTOMI? Penelitian terbaru menguak bahwa tindakan episiotomi tak harus selalu dilakukan pada persalinan normal. Tujuan episiotomi sebenarnya untuk memperlebar jalan lahir sehingga memudahkan dan melancarkan proses persalinan melalui vagina. Istilah lainnya adalah perineotomi. Pada praktiknya, episiotomi dilakukan menurut perencanaan (primer) atau tidak direncanakan (sekunder), yakni saat perineum (daerah antara vagina dan anus) sudah menipis dan akan robek. Nyatanya, hampir 80 persen persalinan normal melibatkan tindakan episiotomi. Ada anggapan, tindakan menggunting daerah perineum akan memudahkan bayi keluar dan robekan di vagina pun akan lebih rapi. Terutama jika yang dilahirkan adalah anak pertama. Alasannya, dinding dasar panggul ibu masih kaku,sehingga sering kali menyebabkan persalinan kala II (saat lahirnya bayi) menjadi lama, yang dapat meningkatkan risiko kesulitan bernapas pada bayi baru lahir. Kesulitan bernafas pada bayi baru lahir (lazimnya di sebut asfiksia neonatorum) dalam keadaan ekstrim berat dapat menimbulkan kerusakansel- sel saraf di otak. Apabila ini terjadi, tentunya akan memengaruhi kecerdasannya kelak. Memang benar perineum ibu pada persalinan anak pertama lebih kaku dibanding persalinan berikutnya. Namun kekakuan ini sebenarnya tidaklah bertahan lama. Jaringan dan otot-otot perineum akan menjadi elastis serta melunak dengan sendirinya karena tekanan kepala bayi pada saat keluar secara bertahap. Pada persalinan berikutnya, perineum umumnya sudah lebih lentur sehingga proses persalinan pun dapat berlangsung lebih mudah. Jadi, anggapan bahwa jika tidak dilakukan episiotomi, robeknya vagina pasti ‘berantakan’ ternyata tidak terbukti. Banyak persalinan normal hanya menimbulkan sedikit luka saja. APA SAJA INDIKASINYA? Praktik kedokteran masa kini untungnya kembali menekankan perlunya bukti ilmiah hasil penelitian yang disebut evidence based medicine. Untuk itu, beberapa penelitian digabungkan dan dianalisis (disebut meta-analisis) . Soal perlu tidaknya episiotomi ini diteliti oleh Cochrane Collaboration yang membandingkan episiotomi rutin dan episiotomi yang dilakukan atas indikasi pada pertolongan persalinan melalui vagina. Hasilnya, robekan ternyata lebih banyak terjadi pada persalinan dengan episiotomi. Nyeri pascapersalinan juga lebih banyak dijumpai pada ibu-ibu yang menjalani episiotomi. Berdasarkan bukti ini, mulai sekarang episiotomi dilakukan harus dengan indikasi, antara lain: – Bayi berukuran besar Jika berat janin diperkirakan mencapai 4 kg, maka hal ini dapat menjadi indikasi untuk dilakukannya persalinan sesar (seksio sesarea). Alasan yang menjadi buktinya yaitu, risiko komplikasi akan menjadi lebih besar dan berbahaya jika bayi dilahirkan melalui vagina. Namun, mungkin saja risiko ini terlampaui jika ternyata rongga panggul ibu cukup lebar. Begitu juga jika berat bayi baru mencapai 3,5 kg atau lebih dan rongga panggul ibu cukup lebar untuk dilalui, maka diperkirakan ia dapat lahir melalui vagina. Jika ditemukan risiko persalinan macet karena bahu bayi yang lebar, misalnya, barulah dilakukan episiotomi. – Perineum sangat kaku Tidak semua persalinan anak pertama dibarengi perineum yang kaku. Tetapi bila perineum sangat kaku sehingga persalinan perlangsung lama dan proses persalinan menjadi sulit, perlu dilakukan episiotomi. – Perineum pendek Jarak perineum yang sempit boleh menjadi pertimbangan dilakukannya episiotomi. Apalagi jika kepala bayi termasuk besar. Hal ini meningkatkan kemungkinanterjadin ya cedera pada anus akibat robekan yang melebar ke bawah. – Persalinan dengan alat bantu atau sungsang Episiotomi juga boleh dilakukan bila persalinan dilakukan dengan menggunakan alat bantu, entah itu forseps atau vakum. Tujuannya untuk mempermudah tindakan. Jalan lahir akan semakin lebar sehingga meminimalkan risiko cedera akibat penggunaan alat bantu tersebut.Begitu pula pada persalinan sungsang. Pada persalinan normal tanpa episiotomi, perlukaan yang terjadi ternyata relatif kecil dan dapat dijahit dengan mudah dan rapi. Proses penyembuhannya pun cukup singkat, sekitar 2-3 hari saja. Pun ternyata tidak ada perbedaan dalam proses penyembuhan luka episiotomi dengan robekan spontan perineum. Bahkan episiotomi yang dilakukan secara mediolateral (sayatan miring) sering menimbulkan nyeri yang lebih besar. RISIKO EPISIOTOMI Berdasarkan indikasi tadi, langkah episiotomi boleh dilakukan. Namun, sebelum sampai pada keputusan itu, ada beberapa kemungkinan komplikasi yang merupakan penyulit tindakan episiotomi, antara lain: – Perdarahan Episiotomi yang dilakukan terlalu dini, yaitu pada saat kepala janin belum menekan perineum, akan mengakibatkan perdarahan yang banyak pada ibu. Ini merupakan “perdarahan yang tidak perlu”. Episiotomi seharusnya dilakukan ketika jaringan perineum sudah melebar dan setipis mungkin. Saat ini kepala bayi sudah berada di panggul, sehingga perdarahan dapat diminimalkan. – Infeksi Setiap luka tentunya berisiko mengalami infeksi, apalagi jika status gizi dan kesehatan ibu kurang baik. Gejalanya yang umum, yaitu vagina terasa sangat nyeri dan mungkin disertai demam. – Hematoma Reparasi luka yang tidak akurat dan sering kali menyisakan pembuluh darah yang tidak terjahit dapat menyisakan gumpalan darah di bawah kulit atau disebut hematoma.Hematoma yang tidak terdeteksi juga dapat menyebabkan syok bahkan kematian akibat perdarahan yang tidak diketahui. – Nyeri Saat Berhubungan Penyembuhan luka yang tidak baik dapat menimbulkan rasa nyeri berkepanjangan, bahkan hingga masa nifas berakhir dan ibu mulai berhubungan intim lagi. Oleh karenanya, episiotomi harus benar-benar dilakukan berdasarkan bukti indikasi saja. Kencangkan VAGINA Tak perlu berkecil hati jika memang episiotomi benar-benar harus dilakukan. Dokter dan bidan yang terampil tentu dapat melakukannya dengan hati-hati sehingga komplikasi tidak terjadi. Kabar gembiranya lagi, episiotomi dapat merekonstruksi vaginayang “kendur” akibat dilewati kepala janin agar kembali ke ukuran semula. Tindakan vaginoplasti, untuk mengembalikan bentuk vagina dan perineum ke bentuk yang ideal juga dapat dilakukan bersamaan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar