Mungkin tak banyak yang dapat membayangkan bahwa dalam penerbangan jarak
jauh, seorang ibu hamil berisiko mengalami komplikasi persalinan yang
mengancam keselamatan. Pada era modern, aktivitas bisnis dan tugas yang
menyangkut hajat hidup orang banyak semakin kompleks, membuat
penerbangan lintas negara tidak selalu dapat dihindari, meskipun untuk
ibu yang sedang hamil. Pada¬hal, kondisi tersebut menyangkut masalah
serius pelayanan emergensi, imunisasi, dan penyakit pandemik dalam
kesehatan perjalanan.
The American College of Obstetrics and Gynecology
menyarankan waktu bepergian paling aman adalah pada usia kehamilan 18 -
24 minggu, mengingat efek minimal oksigenasi janin yang menguntungkan.
Penerbangan domestik mengizinkan ibu hamil 36 minggu, tetapi penerbangan
internasional membatasi pada usia kehamilan 32-35 minggu sehingga
memerlukan dokumen taksiran persalinan. Untuk waktu penerbangan yang
kurang dari empat jam, ibu dengan kehamilan tunggal tanpa komplikasi
diizinkan terbang pada minggu ke-36 sampai ke-38. Namun, ibu dengan
kehamilan ganda tidak diizinkan terbang setelah masa gestasi lebih 32
minggu, karena tidak tersedia bidan dan pelayanan intensif pediatrik.
Banyak perusahaan menolak menerbangkan ibu hamil
dengan masa gestasi di atas 36 minggu atau dengan riwayat persalinan
prematur dan bekuan darah vena tungkai. Tampaknya, setiap perusahaan
penerbangan mempunyai kebijakan tersendiri terhadap ibu hamil sehingga
perlu ditanyakan, karena ada yang mensyaratkan pengisian formulir medis
lengkap.
Ibu hamil yang sehat dapat bepergian dengan tetap memperhatikan upaya
keselamatan umum.
Sebelum memutuskan untuk bepergian, seorang ibu
hamil disarankan berkonsultasi dengan patugas kesehatan. Kerjasama ahli
kesehatan perjalanan dan dokter kandungan akan memperbesar manfaat upaya
pencegahan dan memperkecil risiko yang tidak diinginkan. Rencana hamil
dan bepergian internasional perlu pertimbangan imunisasi
pre-konsepsional untuk mencegah penyakit pada janin. Ibu hamil yang
mengidap penyakit serius sebaiknya tidak berkunjung ke negara
berkembang. Izin terbang ibu hamil juga perlu pertimbangan riwayat
jumlah bayi dan usia kehamilan. Berbagai penyakit di negara berkembang
seperti deman tifoid, malaria, dan tuberkulosis perlu dipertimbangkan.
Keputusan berpergian perlu mempertimbangkan
sejumlah isu, seperti kepastian kehamilan intrauteri. Kehamilan ektopik
harus diakhiri sebelum perjalanan. Asuransi kesehatan hendaknya mencakup
pembiayaan di luar negeri dan fasilitas pelayanan kesehatan di tempat
tujuan mampu menangani komplikasi persalinan yang mungkin terjadi.
Sebelum bepergian, pertimbangkan skrining darah HIV, hepatitis B, dan
kemungkinan Rh-negatif untuk pertimbangan profilaksis produk plasma
anti-D immune globulin pada 28 minggu gestasi. Apabila bayi Rh positif,
tindakan tersebut diulangi setelah melahirkan.
Ketinggian mempengaruhi tekanan dan volume gas
yang terperangkap di rongga tubuh serta kesulitan penyesuaian tekanan
telinga tengah dan rongga sinus akibat hiperplasia jaringan selama
kehamilan. Pada kehamilan lanjut, ketinggian menyebabkan ekspansi gas
intestinal yang diproduksi makanan sebelum penerbangan. Turbulasi udara
yang tidak terduga meningkatkan risiko cedera yang dapat dicegah dengan
penggunaan seat belt.
Pada penerbangan jauh, ibu hamil disarankan minum
teratur, mengingat kelembaban udara kabin yang hanya sekitar delapan
persen memperbesar risiko penguapan. Saran lain meliputi profilaktik,
mobilisasi, latihan tungkai, dan penggunaan asam acetilsalisilat serta
stoking kompresi pada trimester pertama. Gang antar tempat duduk memberi
jarak terluas dan nyaman, sementara tempat duduk sepanjang sayap di
tengah memberikan getaran paling halus.
Posisi statis yang tidak bergerak dalam waktu yang lama berisiko edema
ekstrimitas, thrombophlebitis, serta trombosis vena dalam dan kehamilan
memperbedar risiko tersebut akibat obstruksi vena kava oleh kompresi
uterus.
Ibu hamil disarankan berjalan atau melakukan
pleksi dan ekstensi tungkai dengan ikat pinggang pengaman yang selalu
terpasang di pelviks untuk mencegah phlebitis. Ibu hamil juga perlu
cukup minum, karena dehidrasi dapat menurunkan aliran darah ke plasenta
dan hemokonsentrasi dapat meningkatkan risiko trombosis. Aklimisasi
bertanggung jawab pada suplai oksigen janin sehingga semua ibu hamil
sebaiknya menghindari ketinggian lebih dari 3,658 meter (12,000 feet)
dan untuk kehamilan lanjut lebih tinggi dari 2,500 meter (8,200 feet).
Penderita anemia berat, penyakit sickle-cell,
atau ancaman thrombophlebitis merupakan kantraindikasi relatif untuk
terbang. Namun, ibu hamil dengan plasenta abnormal atau berisiko
kehamilan prematur sebaiknya menghindari penerbangan. Meskipun bukti
empiris belum jelas, keamanan pajanan radiasi untuk ibu hamil di bandara
ternyata sangat minim, sehingga disarankan ibu hamil minta izin untuk
tidak terpajan radiasi mesin sekuriti bandara.
Banyak sekali yang perlu diketahui oleh para ibu hamil yang merencakan
penerbangan yang tidak selalu dapat ditunda atau dihindari, tetapi tidak
banyak informasi kompeten yang dapat disampaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar